Kasus Theys H. Eluay dan Aristotels Masoka Dapat Dibuka Kembali dalam Yuridiksi Pengadilan HAM
Posted by :
DADI WODE/DIMI MENETE
on :
Selasa, 01 Maret 2016
0 comments
Polisi saat datangi makam Theys dan intimidasi para peziarah di Sentani, 10/11/2015. Jubi/facebook
Oleh Gustaf Kawer, SH
Komentar Kasdam XVII/Brigjen TNI Herman Asaribab dalam harian Cenderawasih Pos, tertanggal 12 November 2015, yang menyatakan “kasus tewasnya Theys Hiyo Eluay telah selesai, dengan berbagai proses yang dilakukan oleh Pengadilan Militer, para pelaku telah diproses hukum sesuai hukum yang berlaku”,
perlu diklarifikasi karena penyelesaian kasus Pembunuhan They Hiyo Eluay dan Penghilangan Paksa Aristoteles Masoka yang terjadi pada 10 November 2001, masih dapat dilakukan dalam Yuridiksi
Pengadilan HAM, termasuk kasus-kasus pelanggaran Ham masa lalu lainnya yang terjadi di Papua,
misalnya :
Biak Berdarah, Pelanggaran Ham Abepura,Wasior,Wamena dan yang terkini kasus Pelanggaran Ham di Paniai.
Penyelesaian kasus ini dalam yuridiksi Pengadilan Militer dengan Terdakwa dari Oknum Anggota Kapassus I Letnan Kolonel Inf. Hartomo, Terdakwa II Kapten Inf. Rionardo, Terdakwa III Sertu Asrial, Terdakwa IV Praka Achmad Zulfahmi dan Terdakwa dalam berkas lain atas nama Terdakwa I Mayor Info
Donni Hutabarat, Terdakwa II Lettu Inf. Agus Soeprianto, Terdakwa Sertu Lorensius Li tidak memberi rasa keadilan bagi korban, keluarga korban dan masyarakat Papua pada umumnya, karena kasus ini merupakan
“Design Negara” yang tentunya pelakunya tidak sebatas penanggung jawab dilapangan dan pelaksana eksekusi dilapangan, tetapi melibatkan atasan atau yang memberi komando di level pusat hingga penguasa di Republik ini yang memerintah saat itu.
Pengungkapan kasus ini seharusnya merupakan yuridiksi Pengadilan Ham bukan Pengadilan Militer, selain itu proses di Pengadilan Militer sangat tertutup dan jauh dari korban, keluarga korban dan masyarakat di Papua, kita dapat melihat prosesnya yang jauh dari wilayah Papua atau tempat kejadian perkara, yakni di sidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III Surabaya, proses persidangannya tidak diketahui oleh keluarga korban dan masyarakat umumnya, selain itu putusannya sangat tidak memberi keadilan bagi korban, keluarga korban dan masyarakat di Papua.
Dalam Putusan Mahkamah Militer Tinggi Surabaya, Nomor : PUT/13-K/MMT.III/AD/IV/2003, tanggal 21 April 2003, kita dapat melihat Putusan Terhadap Para Terdakwa yang sangat rendah hukumannya sebagai berikut : Terdakwa I Letnan Kolonel Inf. Hartomo, di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,
“secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun, 6 (enam) bulan penjara, dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani, pidana tambahan di pecat dari Dinas Militer; Terdakwa II Kapten Inf. Rionardo, di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,
“secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun penjara, dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani; Terdakwa III Sertu Asrial, , di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,
“secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun penjara, dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani; Terdakwa IV Praka Achmad Zulfahmi, di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, “secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang”,
dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun penjara, dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani, pidana tambahan di pecat dari Dinas Militer.
sumbernya : http://tabloidjubi.com/2015/11/22/kasus-theys-h-eluay-dan-aristotels-masoka-dapat-dibuka-kembali-dalam-yuridiksi-pengadilan-ham/
Saved under :
HAM,
NEWS WEST PAPUA
Tidak ada komentar: